Sukses itu..

23.23 0 Comments

Masih banyak orang yang berpikiran standar sukses itu diukur dari materi. Semakin banyak pundi-pundi direkening bank, maka semakin layak seseorang disebut sukses. Termasuk didalamnya adalah orang tua saya. Bapa sama mamah itu selalu melihat segala sesuatunya dari materi. Selalu. Yah mungkin salah satu penyebabnya adalah mereka berangkat dari orang ngga punya. Jadi suatu ketika
menemukan diri mereka sudah punya rumah, lalu meningkat punya kendaraan roda dua, lalu meningkat lagi menjadi roda empat. Maka kemudian sah disebut sukses.

Beda halnya dengan saya.

Mari terlebih dahulu membuat sebuah kesimpulan atas perjalanan karir saya selama 7 tahun.

Kalo ngomongin track record kerja, semua pasti sepakat mengira saya adalah seorang kutu loncat. Bagaimana tidak, kerja di perusahaan X setahun cabut, kerja diperusahaan D setahun cabut. Mungkin ada yang mengira saya si pembuat onar, atau mungkin juga saya orang yang susah beradaptasi dengan orang lain sehingga mengakibatkan kinerja kerja menurun? nope, saya justru cenderung gampang akrab sama orang. Terus kenapa cabut mulu? kalo saya jawab masih mencari dan mencari yang namanya passion basi ngga? hehehe.

Lalu suatu ketika dimana situasi sudah jauh berubah dari 7 tahun silam, sudah tidak lagi membicarakan perkara gaji kecil & fasilitas nol karena semuanya sudah oke, tapi menemukan diri sendiri seperti menemukan hal lain yang perlu digali lebih dalam (baca: si bahagia & ketenangan bathin), apa yang harus dilakukan? tetap bekerja lalu mengalami - apply-masuk-resign untuk kesekian kalinya lagi?

Jelas saya ngga mau.

Sampai pada satu kesempatan salah satu teman berkata tentang "semakin lama seseorang bekerja, maka semakin tinggi keinginan untuk menemukan kenyamanan juga kebahagian dalam hidup" patut saya angguk-anggukan kepala hingga berkali-kali. Kenapa? karena saat ini saya sedang mengalaminya.

Jadi begini. Sekarang saya adalah seorang jobless dengan kondisi tidak punya rencana + uang seada-adanya. Masih inget yang tadi saya bilang ortu saya adalah termasuk dari sekian banyak orang yang menilai kesuksesan dari materi? nah, sekarang mereka sedang meragukan saya, karena dinilai tidak sukses alias tidak punya uang. Padahal yang saya cari & bela-belain sampe keluar dari kantor adalah tentang mengejar kebahagian bathin yang pada akhirnya berani saya lakukan. Kenapa saya sampe bilang berani? coba tengok kanan-kiri, hari gini kalo lihat lingkungan sekitar mah udah jarang yang ngomongin passion. Semua terjebak dalam dunia kerja yang sepenuhnya tidak diinginkan. Akunting adalah seniman, PR adalah penyanyi, Hrd adalah olahragawan. Saya sudah ngga kepengin jadi wulan, AE adalah seniwati *cieh* sayang sama hidup yang semakin hari jatahnya semakin kurang untuk bisa dinikmati. 

Tapi namanya orang tua, ketika keinginan untuk mengubah standar sukses dimata mereka menjadi ideal versi saya, pasti segala sesuatunya jadi lebih rumit. Atau mungkin saya perlu bersabar & mencoba untuk mengajak ngobrol dengan bahasa yang lebih mereka mengerti, bahwasanya anak bontotnya sekarang lagi berencana untuk sesuatu yang lebih dari sekedar materi.

Terus cara ngomongnya piye? masa pada akhirnya saya milih diem lalu tiba-tiba pindah ke kota lain, Bandung misalnya. Biar ngga mumet dengerin ceramahan mereka setiap hari :P

*kemudian postingan ini dianggap selesai, end, finish, fin*

Redshoes

Some say he’s half man half fish, others say he’s more of a seventy/thirty split. Either way he’s a fishy bastard. Google

0 komentar: