Tentang tradisi farewell

14.24 2 Comments


Seperti sudah menjadi tradisi turun-menurun, pengunduran diri seseorang dari perusahaan selalu berakhir dengan "todongan farewell". Pertanyaan saya cuma satu, "emang harus ya ketika seseorang kehilangan sumber mata pencahariannya kemudian menjadi sesuatu yang patut dirayakan?"


**

Beberapa minggu lalu Deni keluar dari kantornya, lalu kemudian dia cerita sama saya, tradisi dikantornya itu untuk siapapun yang resign harus makan-makan, paling tidak untuk satu departemen, yah sekitar 20 orang lah jumlah personilnya, jadi bisa dipastikan biaya yang keluar akan banyak. Sementara disatu sisi, kami berdua sedang dalam kondisi berjuang untuk merealisasikan rencana pernikahan kami, itu artinya saya dan Deni harus berhemat untuk apapun. Apapun. Lalu kemudian saya menyarankan agar Deni cukup membawa beberapa jenis kue untuk teman-teman dikantor, jumlahnya banyak & biayanya cukup murah. Deni pun mengangguk tanda setuju, walaupun saya tahu masih ada sisa keraguan diraut wajahnya. Ngga enak. Itu yang mungkin dia rasakan saat itu. Berbagai macam alasan yang semuanya akan berujung dengan "ngga enak sama ini, ngga enak sama itu blablablabla.

Ternyata hal ini terjadi juga sama saya. Beberapa teman dikantor malak minta ditraktir, sambil senyum dikulum saya memilih untuk berlalu dari hadapan mereka. Bukan pelit, sungguh, saya cuma pengin beberapa tradisi yang menurut saya terkadang "justru-tidak-mendatangkan-moment-terharu-biru-untuk-melepas-kepergian-seorang-rekan-kerja- justru-malah-sebaliknya-yaitu-memberatkan" harus dihentikan. Mungkin bisa diubah menjadi moment "tidak meminta" tapi membiarkan yang mau resign mau bawa makanan atau tidak, mau traktir atau tidak.


**


Hidup ngga melulu tentang pendapat orang lain, pada saat itu mereka bilang saya/Deni pelit, beberapa minggu celetukan itu juga sudah menguap berbarengan dengan hembusan angin, kemudian dilupakan, dan semua orang melanjutkan hidupnya. 

Redshoes

Some say he’s half man half fish, others say he’s more of a seventy/thirty split. Either way he’s a fishy bastard. Google

2 komentar:

  1. bener banget tuh...

    gw juga gak setuju dengan tradisi kaya gitu, kalau emang mao ngadain perpisahan harusnya bukan dari kita yang menanggung semua tapi dari mereka ke kita

    *puk puk deni dan nyonya deni*

    BalasHapus
    Balasan
    1. Cobaaa gitu ya tradisinya bisa diubah, akuuh pasti ga pusing setiap resign ya pul *nah loh ketauan deh karyawan tipe kutu loncat hihihi* .. makasi ipuul *puk puk balik*

      Hapus